Mendengar istilah Banjir mungkin bukan merupakan hal yang asing bagi sebagian besar masyarakat perkotaan, demikian pula dengan masyarakat Kota
Tangerang. Hampir setiap tahunnya khususnya di musim penghujan, kejadian banjir selalu muncul. Hasil Identifikasi terhadap lokasi banjir, menunjukan setidaknya tercatat 83 lokasi banjir yang tersebar diseluruh wilayah kota Tangerang (13 kecamatan) dan dapat diklasifikasikan atas 4 tipologi penyebab banjir, yaitu
- Banjir akibat kapasitas sungai sebagai saluran pembuangan yang tidak memadai dikarenakan pendangkalan sungai atau sedimentasi; (26 lokasi)
- Banjir akibat kapasitas saluran drainase yang tidak memadai atau tidak adanya saluran drainase; (32 lokasi)
- Banjir akibat rusaknya tanggul; (8 lokasi)
- Banjir akibat kiriman air dari daerah hulu; (5 lokasi )
Mencermati tipologi penyebab banjir tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor utama penyebab banjir adalah kondisi sistem drainase (kapasitas sungai dan saluran drainase) yang tidak memadai. Kesimpulan ini sejalan dengan hasil analisa curah hujan dan analisa tata guna lahan yang memperkuat dugaan bahwa sistem drainase menjadi faktor utama penyebab banjir di Kota Tangerang.
Analisa Guna Lahan
Analisa guna lahan terhadap ploting 83 titik banjir menggambarkan wilayah kota tangerang, dapat dibagi atas 5 daerah rawan banjir, yaitu
- Daerah Rawan Banjir I - Kawasan Bandara Soekarno Hatta (lingkaran no 1); Guna lahan pada kawasan ini adalah campuran pertanian dan perumahan, sedangkan RTRW mengalokasikan untuk perumahan, industri, dan ruang terbuka hijau sekaligus buffer zone Bandara Soekarno Hatta. Kondisi ini menunjukan tidak terjadi penyimpangan pemanfaatan lahan, sehingga banjir diperkirakan karena irigasi pada daerah tersebut yaitu saluran primer timur, kondisinya sudah tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
- Daerah Rawan Banjir 2-Sebelah barat daerah Kali Cirarab (lingkaran no 2); Guna lahan eksisting adalah campuran antara perumahan dan industry, sementara RTRW menetapkan sebagai kawasan industri. Dengan demikian tidak terjadi penyimpangan guna lahan adapun terjadinya banjir pada kawasan ini disebabkan luapan dari Sungai Cirarab
- Daerah Rawan Banjir 3-sebelah barat dekat Kali Sabi (lingkaran no 3);Guna lahan eksisting adalah campuran antara perumahan dengan ruang terbuka hijau. RTRW mengalokasikan sebagai daerah industri dan perumahan. Kondisi ini menunjukan tidak terjadi penyimpangan pemanfaatan lahan, sedangkan terjadinya banjir dikarenakan luapan Kali Sabi.
- Daerah Rawan Banjir 4-sebelah timur daerah Kali Angke (lingkaran no 4); Guna lahan eksisting adalah pertanian, sedangkan alokasi RTRW adalah perumahan. Artinya dari aspek guna lahan seharusnya tidak ada masalah karena daya resap pertanian lebih baik dibandingkan perumahan. Banjir terjadi, akibat luapan Kali Angke yang tidak ditunjang oleh drainase yang baik.
- Daerah Rawan Banjir 5-sebelah timur daerah Kali Cantiga (lingkaran no 5); Guna lahan eksisting perumahan, sedangkan RTRW untuk perumahan, sehingga sesuai dengan rencana. Banjir yang terjadi kemungkinan akibat kurang baiknya drainase untuk Kali Cantiga
Analisa Curah Hujan
Selama kurun waktu tahun 2005-2009 rata-rata curah hujan di Kota Tangerang
adalah sebesar 115,90 mm, dengan curah hujan maksimum terjadi pada tahun 2007
sebesar 245,97 mm, sedangkan banjir yang
terjadi menunjukan penambahan jumlah lokasi
banjir, meskipun curah hujan yang terjadi pada tahun 2005, 2006, dan 2008
di bawah curah hujan rata-rata. Hal ini menunjukan bahwa curah hujan bukan
menjadi faktor utama terjadinya banjir.
KONSEP PENANGANAN BANJIR; Merujuk pada hasil analisa curah hujan, analisa guna lahan dan identifikasi lokasi banjir, maka factor utama penyebab banjir adalah kondisi system drainase yang tidak optimal. sehingga konsep penanganan banjir difokuskan pada penataan system drainase berdasarkan daerah tangkapan (sub tangkapan). Konsep ini bertujuan agar terciptanya hirarki sistem drainase jalan dan sistem drainase kawasan (tersier, sekunder dan primer), sehingga akan memudahkan dalam mengembangkan saluran drainase. Konsep penataan sistem drainase dikembangkan berdasarkan 5 daerah tangkapan, yaitu:
*
Daerah
tangkapan S. Cirarab (Sub Daerah Tangkapan I)
*
Daerah
tangkapan S. Cisadane (Sub Daerah Tangkapan 2)
*
Daerah
tangkapan S. Perancis dan S. Kamal (Sub Daerah Tangkapan 3)
*
Daerah
tangkapan S. Mookervaart (Sub Daerah Tangkapan 4)
*
Daerah
tangkapan Sungai Angke/Cengkareng Drain (Sub Daerah Tangkapan 5)
RENCANA PENGEMBANGAN SISTEM DRAINASE; Berdasarkan rencana pengembangan sistem drainase berdasarkan daerah tangkapan, maka rencana drainase untuk masing-masing daerah tangkapan adalah sebagai berikut:
1. Rencana Pengembangan sistem drainase sub daerah tangkapan 1; Outlet pembuang pada Sungai Cirarab, sedangkan saluran primer meliputi: saluran Drainase Jalan Raya Pasar Kemis, Kali Keroncong, Saluran Drainase Jalan Gatot Subroto, Saluran Drainase Jalan Prabu Kian Santang, Saluran Drainase Jalan Bunga Raya, dan Saluran Drainase Jalan Moch. Toha.
2.Rencana Pengembangan sistem drainase sub daerah tangkapan 2; Outlet
pembuang : Sungai Cisadane, sedangkan saluran
primer meliputi: Kali Sabi, Sungai Cimone, Saluran Drainase Jl.Gatot Subroto, Jl.Prabu Kiansantang, Jl.Bunga Anggrek, Jl.Moch. Toha, Jl.Raya Villa Tangerang Mas, Jl.Merdeka, Jl.Soebandi, Jl.Proklamasi, Jl.Prambanan, Jl.Imam Bonjol, Jl.MH. Thamrin, Jl.Sudirman, dan Jl.Pembangunan.
3. Rencana Pengembangan sistem drainase sub daerah tangkapan 3; Outlet
pembuang : Kali Perancis dan Saluran Irigasi Cisadane Timur, sedangkan saluran
primer meliputi Jl.Selapajang, Jl.Pembangunan,
dan Citegal Alur.
REKOMENDASI; Untuk mendukung rencana program/kegiatan penanganan banjir, direkomendasi beberapa hal , yaitu:
- Perlu terlebih dahulu dilakukan inventarisasi sistem drainase eksisting skala mikro. Hal ini bertujuan untuk mengetahui secara detail kapasitas sistem drainase eksisting sehingga implementasi penanganan banjir yang terkait dengan sistem drainase seperti penambahan kapasitas atau pembangunan jaringan baru dapat lebih tepat sasaran
- Jika kapasitas sistem drainase yang diinginkan tidak memungkinkan untuk terpenuhi, maka diperlukan ketersediaan sistem control debit melalui pola detensi (tangki, sumur/kolam resapan, situ atau storage.) agardebit masuk dan debit keluar menjadi lebih kecil. Hal ini menunjukan bahwa rencana pembangunan embung/situ, harus terkait/terintegrasi dengan sistem drainase yang akan dikembangkan. Untuk itu kajian daya resap tanah. Hal ini bertujuan untuk menunjang keakuratan program penanganan banjir berupa sumur resapan, biopori, ataupun bioretension